Welcome....!!!

Selalu ada kemudahan dibalik suatu kesulitan...Maka jangan berhenti berjuang untuk masa depan Anda...!!

Kamis, 17 November 2011

Referat THT Rinolit


RINOLIT

I.            PENDAHULUAN
            Rinolit adalah batu seperti benda keras yang ditemukan di dalam rongga hidung. Rinolit juga dianggap sebagai suatu benda asing tipe khusus yang biasanya diamati pada orang dewasa. Biasanya mempunyai inti benda asing dari luar tubuh, bakteri, pus, darah, mukus atau krusta. 1,2,3
            Pemadatan ini biasa terjadi di rongga hidung perempuan dibandingkan pada pria. Hal ini  juga mungkin terjadi di nasofaring meskipun jarang. Biasanya hampir selalu tunggal dan unilateral. Massa ini berbentuk seperti bola yang ireguler, juga dapat menunjukkan hal yang berkelanjutan menurut arah pertumbuhannya.1
            Permukaan rinolit seperti murbei, mungkin berwarna abu-abu atau coklat pink. Konsistensinya dapat lunak sampai keras dan rapuh atau porous. Rinolit ini terutama terbuat dari fosfat dan kalsium karbonat. Kadang-kadang juga dibentuk oleh magnesium fosfat, natrium klorida dan magnesium karbonat. Garam ini berasal dari sekresi mukous hidung, air mata, dan eksudat inflamasi.1
            Rinolit terdiri dari dua jenis: rinolit eksogen dan rinolit endogen. Gumpalan darah, gigi ektopik, dan fragmen-fragmen tulang adalah contoh materi endogen. Bahan eksogen yaitu termasuk biji buah, bahan tanaman, manik-manik, kapas, dan bahan cetak gigi.1,4
            Rinolit biasanya ditemukan di dasar hidung, sekitar pertengahan nares anterior dan posterior. Rinolit berukuran kecil, biasanya asimtomatik. Gejala yang sering timbul ialah nafas berbau dan adanya sekret berbau busuk, dapat menyebabkan perdarahan dan sumbatan hidung satu sisi.1,3



II.            ANATOMI DAN FISIOLOGI
            Hidung terdiri dari hidung bagian luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :3
  1. Pangkal hidung (bridge).
  2. Batang hidung (dorsum nasi).
  3. Puncak hidung (hip).
  4. Ala nasi.
  5. Kolumela.
  6. Lubang hidung (nares anterior).
            Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari :3
  1. Tulang hidung (os nasal)
  2. Prosesus frontalis os maksila
  3. Prosesus nasalis os frontal.
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu :3
  1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior.
  2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor.
  3. Tepi anterior kartilago septum.
            Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.3
            Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang (vibrise). 3
           

Gambar 1. Anatomi hidung tampak lateral dan medial
(Dikutip dari kepustakaan 5)
           
Tiap kavum nasi mempunyai empat buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan superior. Dinding medial adalah septum nasi yang dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung.3
            Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema ini biasanya rudimenter.3
            Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung.  Terdapat  meatus yaitu
meatus inferior, medius, dan superior. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.3
Batas Rongga Hidung
            Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-lubang (kribrosa=saringan) tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Di bagian posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid.3
Vaskularisasi
            Bagian atas rongga hidung divaskularisasi oleh arteri etmoidalis anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri karotis interna.3
            Bagian bawah rongga hidung divaskularisasi oleh cabang arteri maksilaris interna, diantaranya arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina. Arteri sfenopalatina keluar dari foramen sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.3
            Bagian depan hidung divaskularisasi oleh cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior, dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus kiesselbach (little's area).3
            Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arteri. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.3





Gambar 2. Vaskularisasi hidung
(Dikutip dari kepustakaan 6)

Jaringan limfatik
            Jaringan limfatik berasal dari mukosa superfisial. Jaringan limfatik anterior bermuara di sepanjang pembuluh fasialis yang menuju leher. Jaringan limfatik posterior terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok superior bermuara pada kelenjar limfe retrofaringea. Kelompok media menuju ke kelenjar limfe jugularis. Kelompok inferior menuju ke kelenjar limfe di sepanjang pembuluh jugularis interna.3
Innervasi
            Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior yang merupakan cabang n. nasosiliaris yang bersal dari n. oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar terdapat persarafan sensorik dari nervus maksilla melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion ini menerima serabut sensoris dari n. maksilaris, serabut parasimpatis dari n. petrosus superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari n. petrosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di ujung posterior konka media.3
            Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari pemukaan bawah bulbus olfaktorius dan berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung. 3
Gambar 3. Innervasi hidung
(Dikutip dari kepustakaan 7)

Fisiologi Hidung
            Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasalis adalah: 3
1.      Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal,
2.      Fungsi penghidu karena terdapat mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu,
3.      Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang,
4.      Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas, dan
5.      Refleks nasal, dimana mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan yang dapat menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti, rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.3

III.            INSIDENS
            Rinolit lebih sering ditemukan pada orang dewasa. Pada umur 15 tahun periode pertumbuhan telah terbentuk untuk pembentukan rinolit. Bartholin mengenalkan pertama kali mengenai rinolit pada tahun 1654. Sejak itu, lebih dari 600 kasus telah dilaporkan dalam literatur. Insidensnya adalah 1 dalam setiap 10.000 pada pasien rawat jalan otolaryngo. Biasanya usia rentan untuk diagnosis adalah antara 8 sampai dengan 25 tahun dan lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki. Meskipun sebagian besar rinolit terdeteksi pada orang dewasa muda, mereka dapat ditemukan pada usia berapapun (6 bulan sampai 86 tahun). 2,8,9,10

IV.            ETIOLOGI
            Rinolit terjadi karena adanya corpus alienum yang telah lama tinggal dalam hidung (misalnya sejak kecil), kemudian terbungkus oleh endapan garam-garam kalsium atau magnesium sebagai ikatan fosfat atau karbonat yang berasal dari lacrima. Kalsifikasi benda asing di hidung dulunya dikenal dengan rinolit palsu (false rhinoliths) atau rinolit benar (true rhinoliths). Saat ini, istilah-istilah ini telah digantikan oleh eksogen dan endogen, tergantung apakah ada atau tidak ada inti. Rinolit dapat terbentuk dari bahan di luar tubuh manusia yang masuk ke dalam hidung dan yang tersisa di dalam rongga hidung seperti batu berbentuk cherry, batu, nasal swab yang tertinggal, atau benda semacam ini yang disebut eksogen. Rinolit endogen adalah bahan-bahan yang dikembangkan yang berasal di sekitar tubuh sendiri misalnya, gigi ektopik di sinus maksilaris, disekap tulang, bekuan darah yang mengering di rongga hidung, dan lendir mengeras. Sekitar 20% dari rinolit berasal dari materi endogen. 9,10

V.            PATOGENESIS
            Meskipun patogenesis tidak jelas, sejumlah faktor dianggap terlibat dalam pembentukan rinolit ini yaitu dengan masuknya benda asing dalam rongga hidung kemudian terjadi pemadatan, peradangan akut atau kronis, obstruksi terjadi akibat terhalangnya dan stagnasi mukus, serta pengendapan garam-garam mineral. Sekret hidung menjadi bau karena memiliki kandungan kalsium dan / atau magnesium yang tinggi. Sekresi tersebut harus terpapar dengan aliran udara dalam hidung untuk memusatkan pus dan mukus yang menyebabkan terbentuknya endapan garam-garam mineral. Perkembangan dan progresifitasnya terjadi bertahun-tahun.4
            Pada umumnya rinolit terdiri dari 90% bahan anorganik, dengan sisa 10% yang terbuat dari bahan organik dimasukkan ke dalam lesi dari sekret hidung. Garam-garam yang tidak larut dalam sekret hidung membentuk suatu kalsifikasi sebesar benda asing atau bekuan darah yang tertahan lama. Sekret pada sinusitis kronik dapat mengawali terbentuknya massa kalsifikasi dalam rongga hidung. Rinolit ini terutama terbuat dari fosfat dan kalsium karbonat. Kadang-kadang juga dibentuk oleh magnesium fosfat, natrium klorida dan magnesium karbonat. Garam ini juga dapat berasal dari sekresi mukosa hidung, air mata, dan eksudat inflamasi.  1,2,7
VI.            GEJALA KLINIS
            Rinolit lebih sering terjadi pada orang dewasa. Sebagian besar ditemukan pada nares anterior, meskipun beberapa benda asing telah dilaporkan dapat masuk melalui koana selama muntah atau batuk. Dalam sebagian besar kasus, rinolit terletak di meatus nasal inferior. Gejala rinolit bervariasi mulai dari yang ringan dengan keluarnya sedikit sekret atau sumbatan dari salah satu sisi hidung sampai yang berat dengan perubahan struktur yang hebat. Rinolit yang berukuran kecil biasanya asimptomatik. Rinolit yang berukuran besar dapat menyebabkan rinore unilateral, nyeri pada hidung, obstruksi nasal, napas yang berbau busuk (foetor), epistaksis, pembengkakan pada hidung atau wajah, sakit kepala, sinusitis, anosmia, dan epiphora. Epistaksis dan nyeri neuralgia timbul akibat terjadi ulserasi pada mukosa sekitarnya. 4,8,9.11,12
            Rinolit juga dapat ditemukan di sinus maksilaris, namun ini suatu kejadian langka. Untuk saat ini, belum ada laporan tentang adanya kalsifikasi benda asing di salah satu sinus lainnya. Rhinolit hampir selalu terjadi secara unilateral. Rinolitiasis bilateral dapat ditemukan setelah penghancuran septum hidung posterior. 9






Gambar 4. Rinolit pada cavum nasi dekstra.
(Dikutip dari kepustakaan 4)
VII.            DIAGNOSIS
Anamnesis
            Gejala yang sering didapat adalah pasien mengeluhkan rinore yang purulen dan / atau hidung tersumbat ipsilateral, sekret yang berbau busuk, perdarahan, obstruksi nasal. Gejala lain termasuk bau mulut, epistaksis, sinusitis, sakit kepala dan, dalam kasus yang jarang terjadi, epiphora. 4,12
Pemeriksaan Fisis
            Tampak massa berwarna abu-abu, coklat, atau hitam kehijauan dengan permukaan yang ireguler. Massa ini terlihat pada cavum nasi, di antara konka dan septum nasi. Massa ini sering rapuh dan dapat terpotong sewaktu dilakukan pemeriksaan. Kadang-kadang massa ini dikelilingi oleh granulasi.11,12,13
Pemeriksaan Penunjang 
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan yaitu pemeriksaan radilogik dengan foto polos kepala dan CT scan kepala. Pemeriksaan endoskopi / rhinoskopi mikroskopis digunakan untuk mengidentifikasi benda asing pada tahap awal pengembangan.8,9
           

           









Gambar 5. Endoskopi pada Rinolit dari rongga hidung kanan
(dikutip dari kepustakaan 4 )

            Pada pemeriksaan foto polos kepala untuk evaluasi harus mencakup beberapa proyeksi diambil dari sudut yang berbeda untuk mengevaluasi bentuk, ukuran, luas, lokasi, dan hubungan dengan jaringan sekitarnya. Pada pemeriksaan foto polos kepala akan tampak massa radioopak yang homogen atau heterogen dengan ukuran yang bervariasi dan  bentuknya tergantung dari asal nidusnya. Jika batunya memiliki densitas yang rendah maka kemungkinan tidak dapat terlihat secara radiografi sampai terjadi kalsifikasi. Terkadang densitas batu ini dapat melebihi densitas tulang di sekitarnya. Untuk evaluasi maka diperlukan beberapa proyeksi dari sudut yang berbeda agar dapat dinilai bentuk, ukuran, lokasi, dan hubungan dengan jaringan sekitarnya.5








Gambar 6. Foto polos kepala yang memperlihatkan rinolit
(Dikutip dari kepustakaan 14)

Pemeriksaan CT scan kepala dianjurkan karena sensitivitasnya untuk melihat jumlah kalsifikasi yang berukuran kecil dan juga dapat memberikan informasi tentang struktur yang berdekatan dan membantu menentukan batas rinolit dengan struktur sekitarnya yang telah menyatu. Pada pemeriksaan CT scan kepala tampak massa hiperdens pada cavum nasi, pendesakan dan perluasan pada tulang sekitarnya.5




Gambar 7. CT scan kepala potongan coronal yang memperlihatkan rinolit di antara konka inferior dextra dan septum. Pasien ini menderita sinusitis bilateral dan deviasi septum.
(Dikutip dari kepustakaan 4)

VIII.            PENATALAKSANAAN
            Operasi pengeluaran rinolit, debridement, dan kontrol infeksi dengan penggunaan antibiotik merupakan terapi pilihan untuk rinolit. Operasi pengeluaran rinolit dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal atau anestesi umum. Jika ukuran batu yang besar, permukaannya ireguler, dan mengenai konka nasalis inferior sinistra, maka pasien harus menjalani operasi dengan menggunakan anestesi umum. Rinolit dikeluarkan dengan menggunakan forsep nasal. Kebanyakan rinolit dapat dikeluarkan melalui nares anterior. Ukuran massa yang besar perlu dihancurkan terlebih dahulu dan dikeluarkan dalam bentuk potongan yang kecil. Jika massanya sangat besar, keras, dan permukaannya ireguler, maka perlu dilakukan lateral rhinotomy. 8,11,13,15

IX.            KOMPLIKASI
            Adanya rinolit pada hidung dapat menyebabkan terjadinya sinusitis, perdarahan, erosi pada septum nasi,  sinus maksilaris dan palatum durum, bahkan dapat menyebabkan perforasi.3,8,9

X.            DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding adalah :
1. Gigi hidung
Yaitu gigi rahang atas yang tumbuh ke dalam hidung karena ada yang menghalangi pertumbuhan ke bawah dan jumlah gigi yang berlebih.3
2. Benda asing lain dalam cavum nasi
Benda asing yang sering ditemukan biasanya pada anak-anak. Anak-anak cenderung memasukkan benda-benda kecil seperti manik-manik, kancing, karet penghapus, kelereng, kacang-kacangan, dan lain-lain.3
3. Polip nasi
Polip nasi adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Keluhan utamanya ialah hidung tersumbat dari ringan sampai berat, rinore mulai jernih sampai purulen, hiposmia dan anosmia, dapat disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai rasa sakit pada daerah frontal, gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernapas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. 3
XI.            PROGNOSIS
            Prognosis untuk rinolit setelah pengangkatan rinolit pada umumnya baik jika dilakukan penanganan secara dini dan tepat.7

DAFTAR PUSTAKA

1.      Balasubramanian. Dr. T, M.S.D.L.O. Rhinoliths. Available from : http://www.drtbalu.com/rhinolith.html. Accessed: 04/08/2010.
2.      Hilger P. Penyakit Hidung. Dalam : Higler AB. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Philadelphia : Boeis Fundamental of OTOLARYNGOLOGY. 1997.p 201-239
3.      Nizar NW, Mangunkusumo E. Polip Hidung. Dalam : Soepardi A, dkk, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 97-99
4.      Ghorayeb BY. Picture of Rhinolith (Nasal Calculus). In Otolaryngology.Houston. Available from: http://www.ghorayeb.com/Rhinolith.html. Accessed: 04/08/2010.
5.      Examination of the Nose - Anatomy of the Nose. Available from : http://www.netterimages.com/product/978...13813.htm. Accessed: 10/08/2010
6.      Netter's Head and Neck Anatomy for Dentistry. Available from : http://www.netterimages.com/product/978...289.htm. Accessed: 10/08/2010
7.      The Netter Collection of Medical Illustrations - Nervous, Part I - Anatomy and Physiology. Available from: http://www.netterimages.com/product/978...v-95.htm. Accessed: 10/08/2010
8.      Patil, Karthikeya, Mahima V Guledgud, Malleshi Suchettha N.  Rhinoliths.  Available from : http://www.ijdr.in/article.asp?issn=0970-9290;year=2009;volume=20;issue=1;spage=114;epage=116;aulast=Patil. Accessed: 04/08/2010
9.      Ridder, Gerd J. The Rhinolith—A Possible Differential Diagnosis of a Unilateral Nasal Obstruction. Available from: http://www.hindawi.com/journalc/cm/2010/845671.html. Accessed: 04/08/2010
10.  Soedarjatni, dr. Foetor ex nasi. Available from: http://www.ghorayeb.com/Rhinolith.html. Accessed: 04/08/2010.
11.  Dhingra, PL. Miscellaneous Disorders of Nasal Cavity. Disease Of Ear, Nose, and Throat. New delhi : B.I.Churchill Livingstone Pvt Ltd. 1998.
12.  Ballenger, John Jacob, M.S,M.D. Epistaksis, Rinofima, Furunkulosis, Benda Asing di Hidung, Rinolit, Atresia Koana. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Edisi 13. 1994. P : 118-119.
13.  Proetz, Arthur W. The Diseases Of Nasal Cavities. Disease Of The Ear, Nose and Throat. Second Edition. New York : Appleton-century-crofts, INC. 1955. P : 314.
14.  Ghorayeb, Bechara. Rhinolith. Available from : http://en.wikipedia.org/wiki/rhinolith. Accessed: 10/08/2010
15.  Irfan. M, Ramiza. R, Roselinda.A.R. Deciduous Canine Presented As A Rhinolith in An Adult. Available from : http://www.ispub.com/journal/the_internet_Journal_of_head_and_neck_surgery.html. Accessed :13/08/2010.


Referat Kulit Skabies


SKABIES

I.             PENDAHULUAN
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.(1)
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi daerah, semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah utama pada daerah yang padat dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan negara dengan keadaan perekonomian yang kurang. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin) maupun tak langsung (pakaian, tempat tidur, yang dipakai bersama).(2,3)
Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau kondisi dimana suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan, papul, ekskoriasi dan kadang-kadang vesikel.(4,5)
Tungau penyebab skabies merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya berlangsung di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang atau meloncat namun merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang hangat. (6)

II.       EPIDEMIOLOGI
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Daerah endemik skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara.(2,7)
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit tungau skabies.(6) Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat,(7) sehingga penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan. (3)
Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap musim dimana kasus skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding musim panas. Insiden skabies semakin meningkat sejak dua dekade ini dan telah memberikan pengaruh besar terhadap wabah di rumah-rumah sakit, penjara, panti asuhan, (3) dan panti jompo. (8)
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: higiene yang buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual).(1)

III.    ETIOLOGI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.(1,4)
Sarcoptes scabiei adalah parasit manusia obligat yang termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes. Bentuknya lonjong, bagian chepal depan kecil dan bagian belakang torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang keluar dari dasar kaki. (6)
Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm. Sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak dapat terbang atau melompat dan hanya dapat hidup selama 30 hari di lapisan epidermis.(3)
Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan luas 0,3 mm , dan jantan dewasa lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15 mm. Tubuhnya berwarna putih susu dan ditandai dengan garis melintang yang bergelombang dan pada permukaan punggung terdapat bulu dan dentikel.(9)
                        Gambar 1. Sarcoptes scabiei *
Terdapat  empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua pasang kaki yang berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil di bagian ujungnya. Pada tungau betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir dengan rambut (Satae) sedangkan pada tungau jantan rambut terdapat pada pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap pada pasangan kaki keempat.(9)
*   Dikutip dari Kepustakaan 6
 
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari  dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai 40-50 telur yang dihasilkankan oleh setiap tungau betina selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu tungau betina tidak meninggalkan terowongan. Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul dari telur setelah 3-4 hari dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya. Larva kemudian menggali terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka berubah menjadi nimfa. Setelah itu berkembang menjadi tungau jantan dan betina dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.(9,10)














Gambar 2. Siklus Hidup Skabies *
Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita Norwegian scabies.(3,9)

IV.       PATOGENESIS
*   Dikutip dari Kepustakaan 16
 
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya memperlihatkan peran yang penting dalam perkembangan lesi dan terhadap timbulnya gatal.(9) S. Scabiei melepaskan  substansi sebagai respon hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel Langerhans ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit. (11)
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV dan tipe I. (9,11) Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen tungau  dengan Imunoglobulin-E pada sel mast yang berlangsung di epidermis menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga terjadi peningkatan antibodi IgE. Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan gejala sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi tungau (11) dan akan memproduksi papul-papul dan nodul inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan histologik dan jumlah sel limfosit T banyak pada infiltrat kutaneus. (9) Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis tersebut sering terjadi lebih luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi dapat berupa papul, nodul, vesikel, urtika dan lainnya. Akibat  garukan yang dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta hingga terjadinya infeksi sekunder. (12)
Cara penularan skabies:
Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung.(7) Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan mengapa penyakit ini sering menular ke seluruh anggota keluarga.(11) Penularan secara tidak langsung dapat melalui penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur. Bahkan dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antar penderita dengan orang sakit,(1) namun skabies bukan manifestasi utama dari penyakit menular seksual. (7)

V. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu (1,13) :
1.      Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari.(3,4) Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.(13)
2.      Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu lain.(13)
3.      Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relative lebih longgar dan tipis. (13)
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita.(3) Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).(13)
Gambar 3. Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae *
Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas pada antigen tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.(3)


*   Dikutip dari Kepustakaan 6
 
 

















Gambar 4. Tempat-tempat predileksi skabies *
4.      Menemukan Sarcoptes scabiei
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik.(13) Pada kasus skabies yang klasik, jumlah tungau sedikit sehingga diperlukan beberapa lokasi kerokan kulit. Teknik pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator pemeriksaan, sehingga kegagalan menemukan tungau sering terjadi namun tidak menyingkirkan diagnosis skabies.(14)
2. Bentuk Klinis
      Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan diagnostik yang dapat berakibat gagalnya pengobatan
Bentuk-bentuk skabies antara lain : (15)
1.      Skabies pada orang bersih
*   Dikutip dari Kepustakaan 16
 
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. (13) Namun bentuk ini seringkali salah diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit mendapatkan terowongan tungau. (15)
Gambar 5 . Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated) *
2.      Skabies nodular
            Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20 mm yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodus yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.(14,15)
         Gambar 6. Skabies Nodular **
3.      Skabies incognito
   Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda pada penderita apabila penderita mengalami skabies.(13) Sehingga penderita dapat memperlihatkan perubahan lesi secara klinis. (11) Akan tetapi dengan penggunaan steroid, keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan respon imun seluler.(13)
         Gambar 7. Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan pengobatan
*   Dikutip dari Kepustakaan 21
** Dikutip dari Kepustakaan 11
*** Dikutip dari Kepustakaan 6
 
   regimen imunosupresan ***
4.      Skabies yang ditularkan oleh hewan (7)
   Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing, kucing dan gembala. Lesi tidak pada daerah predileksi  skabies tipe humanus tetapi pada daerah yang sering berkontak dengan hewan peliharaan tersebut, seperti dada, perut, lengan. Masa inkubasi jenis ini lebih pendek dan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih oleh karena varietas hewan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.(13,15)
          Gambar 8. Skabies caninum * 
5.      Skabies Norwegia (Skabies berkrusta)
   Kondisi yang jarang ini sangat mudah menular karena tungau berada dalam jumlah yang banyak (15) dan diperkirakan lebih dari sejuta tungau berkembang di kulit, sehingga dapat menjadi sumber wabah di tempat pelayanan kesehatan. (3)  
    Kadar IgE yang tinggi, eosinofil perifer, dan perkembangan krusta di kulit yang hiperkeratotik dengan skuama dan penebalan menjadi karakteristik penyakit ini. (7) Plak hiperkeratotik tersebar pada daerah palmar dan plantar dengan penebalan dan distrofi kuku jari kaki dan tangan. (3) Lesi tersebut menyebar secara generalisata (13) seperti daerah leher dan kulit kepala. (7) telinga, bokong, siku, dan lutut.(13) Kulit yang lain biasanya terlihat xerotik.  Pruritus dapat bervariasi dan dapat pula tidak ditemukan pada bentuk penyakit ini.(13)
    
*   Dikutip dari Kepustakaan 6
 
      Gambar 9. Skabies norwegian pada plantar **
 Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imunologik misalnya penderita HIV/AIDS, lepra, penderita infeksi virus leukemia type 1, pasien yang menggunakan pengobatan imunosupresi, penderita gangguan neurologik dan retardasi mental.(6,13)
6.      Skabies pada bayi dan anak
   Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah dan kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi.(3) Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di wajah.(13)
Nodul pruritis erithematos keunguan dapat ditemukan pada axilla dan daerah lateral badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah eradikasi infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bulla bisa timbul terutama pada telapak tangan dan jari.(3)




Gambar 10. Skabies pada anak *
3. Pemeriksaan penunjang
      Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. (13) Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :
1.      Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.(13)
2.      Mengambil tungau dengan jarum
*   Dikutip dari Kepustakaan 6
 
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.(13)
3.      Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)